SADAR BENCANA


MASYARAKAT SADAR BENCANA


Indonesia termasuk dalam negara yang rawan bencana alam, hal ini terjadi dikarenakan Indonesia berada pada posisi “istimewa” yaitu berada pada zona pertemuan empat lempeng tektonik  yakni lempeng Eurasia, Indo-Australia, Pasifik dan lempeng minor Filipina. Lempeng Indo-Australia yang merupakan lempeng dasar Samudera Hindia masih terus aktif menabrak dan menunjam dibawah lempeng Eurasia atau lempeng dasar Benua Asia.  Zona tabrakan (zona subduksi) ini berada di barat Pulau Sumatera, selatan Pulau Jawa, tenggara Pulau Timor memanjang ke laut Banda, utara Pulau Sulawesi dan timur laut Pulau Halmahera sebagai akibatnya sering terjadi gempa bumi yang beberapa diantaranya mengakibatkan tsunami.
Secara geologis, Aceh berada di jalur penunjaman dari pertemuan lempeng Asia dan Australia, serta berada di bagian ujung patahan besar Sumatera (sumatera fault/transform) yang membelah pulau Sumatera dari Aceh sampai Selat Sunda yang dikenal dengan Patahan Semangko. Zona patahan aktif yang terdapat di wilayah Aceh adalah wilayah bagian tengah, yaitu di Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Aceh Tengah, Gayo Lues, Aceh Tenggara, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, dan Aceh Selatan. Hal ini dapat menyebabkan Aceh mengalami bencana geologis yang cukup panjang. Secara terperinci zona subduksi dan jalur patahan Sumatera digambarkan pada peta dibawah ini.



View larger map  
Gempa bumi merupakan bencana alam yang dapat datang tiba-tiba, dalam waktu singkat dan berdampak pada kerusakan bangunan dan infrastruktur selain itu juga dapat menimbulkan korban jiwa, terutama jika gempa tersebut diikuti oleh tsunami. Di Indonesia wilayah rawan bencana tsunami meliputi 21 wilayah yaitu: Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung-Banten, Jawa Tengah Bagian Selatan, Jawa Timur Bagian Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Maluku Selatan, Biak-Yapen, Balikpapan, Sekurau, Palu, Talaud dan Kendari. Salah satu gempa dahsyat berkekuatan 9 Skala Richter dikedalaman 30 km dasar laut sebelah baratdaya Aceh mengakibatkan gelombang tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 menelan korban lebih dari 250.000 jiwa dan mengakibatkan banyak kerugian material. Jumlah korban yang demikan besar menunjukan msayarakat belum mampu menghadapi bencana dengan sigap dan salah satu penyebabnya adalah kurangnya pertukaran informasi mengenai bencana gempa bumi dan tsunami.
Pertukaran informasi bencana melibatkan berbagai pihak kelembagaan dan pemangku kepentingan seperti Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Pemerintah Daerah (PEMDA), TNI dan POLRI, Lembaga Pemerintah maupun non pemerintah bidang kebencanaan, media, dan sampai kepada masyarakat. Pertukaran informasi bencana gempa dan tsunami diharapkan mampu menjadikan masyarakat siap siaga, bertindak benar dan tepat waktu saat terjadi bencana dan meminimalkan jatuhnya korban dan kemungkinan terjadinya kerusakan dimasa depan.
Menurut hemat saya, pertukaran infomasi bencana gempa bumi dan tsunami dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: 
  • Sebelum terjadi bencana
Dilakukan pemberdayaan masyarakat berisiko gempa bumi dan tsunami oleh lembaga-lembaga terkait bencana. Pemberdayaan bisa berupa kampanye penyadaran dan pelatihan rutin. Dalam lingkup pendidikan dengan adanya mata pelajaran Geografi di sekolah menjadikan siswa mengenal gempa bumi dan tsunami, selain itu dapat pula dilakukan simulasi penyelamatan diri saat terjadi bencana. Pada level perguruan tinggi dan umum dapat diberikan mata kuliah khusus mitigasi bencana dan seminar dengan BMKG sebagai narasumber. Masyarakat harus mengetahui sejauh mana kerentanan bencana yang terjadi pada wilayahnya, kerentanan bencana dapat diperoleh dari data maupun peta. Pelatihan rutin simulasi bencana gempa bumi dan tsunami oleh PEMDA seperti membunyikan sirine tanda bencana, melakukan upaya penyelamatan diri dan evakuasi ketempat yang aman.
Lembaga-lembaga terkait kebencanaan seperti BMKG, BNPB dan sebagainya membuat peta risiko bencana gempa bumi dan tsunami, peta jalur evakuasi untuk mempermudah penyelamatan saat terjadi bencana data kegempaan dan tsunami. Data kegempaan yang bersumber dari BMKG dapat dengan mudah diakses melalui internet di www.bmkg.go.id. BNPB juga telah mengeluarkan peta indeks risiko bencana tsunami.



View Larger Map



ID Peta: 2010-03-19 risk-tsu_aceh
Disalin Oleh : Elsa Ridiza
Sumber Peta: Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)

PEMDA harus mempertimbangkan bencana dalam penataan ruang yang dapat dituangkan kedalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) berisiko bencana. Berikut ini adalah Peta Kerawanan Bencana RTRW Provinsi Sumatera Utara.

   

Gambar I. Peta Kerawanan Bencana Provinsi Sumatera Utara

Pada peta kerawanan bencana Provinsi Sumatera Utara digunakan Modified Mercalli Intensity Scale. Skala ini, terutama untuk mengukur intensitas gempa atau efek-efeknya pada lokasi yang spesifik. Skala intensitas Mercalli membagi intensitas gempa antara I sampai XII

SKALA
KETERANGAN
Skala I
Jarang sekali sampai dirasakan orang. Gempa sangat ringan (very minor) ini tergolong jarang terjadi. Bumi setiap tahun rata-rata diguncang 1,5 juta kali gempa. Tujuh puluh persen di antaranya berkekuatan antara
2–2,9 Skala Richter.
Skala II
Hanya dirasakan di dalam rumah oleh orang dalam keadaan tenang atau sedang beristirahat. Barang-barang yang tergantung kemungkinan akan terayun sedikit.
Skala III

Dirasakan di dalam rumah oleh beberapa orang, namun terkadang tidak dikenali sebagai suatu gempa. Getaran yang dirasakan seperti kalau ada truk ringan yang lewat. Barang yang tergantung mungkin akan terayun.
Skala IV

Di dalam rumah akan dirasakan lebih banyak orang, sedangkan di luar hanya terasa oleh sedikit orang saja. Barang yang tergantung akan terayun. Getarannya setara dengan truk besar yang lewat. Mobil yang diparkir bergoyang, jendela atau pintu bergetar. Dinding kayu bisa retak.
Skala V

Orang yang sedang tidur bisa terbangun. Benda-benda kecil tergeser atau terbalik dan beberapa barang pecah belah akan pecah. Pendulum jam akan terhenti atau kecepatan ayunnya menjadi berubah. Pepohonan atau tiang-tiang yang tinggi terkadang terlihat terayun.
Skala VI
Dirasakan oleh semua orang, namun kerusakannya ringan. Banyak orang ketakutan dan lari ke luar rumah. Orang berjalan terhuyung-huyung, barang-berang pecah, kaca termasuk pada jendela pecah. Perabotan rumah tergeser atau terbalik, dan plasteran dinding yang kurang kuat akan retak
Skala VII

Orang akan kesulitan berdiri. Kerusakan pada bangunan yang dirancang dan dibangun dengan baik tidaklah berarti. Namun pada bangunan yang jelek rancangan maupun konstruksinya, kerusakannya cukup besar. Plesteran dinding dan genteng dapat Iepas, juga bata yang tidak tersemen.
Skala VIII

Orang-orang ketakutan. Kerusakan masih terbilang kecil untuk bangunan dengan rancangan dan konstruksi khusus, sedangkan pada bangunan biasa, cukup besar. Cerobong asap, monumen, menara dan sebagainya dapat patah atau ambruk. Cabang-cabang pohon pun dapat patah.
Skala IX

Timbul kepanikan umum. Bangunan yang dirancang dan dibangun secara khusus pun dapat rusak cukup berat, sementara bangunan lainnya akan rusak lebih parah, bahkan dapat ambruk. Pondasi-pondasi bangunan akan rusak, dan bangunan di atasnya yang tidak disekrupkan akan terlepas
Skala X

Kebanyakan bangunan batu dan berstruktur kayu gaus akan hancur. Kerusakan serius akan terjadi pada bendungan, tanggul, dan tepian-tepian lainnya. Tanah longsor terjadi cukup besar, dan air akan menghantam tepian sungai, danau maupun kanal-kanal. Rel kereta api dapat sedikit melengkung.
Skala XI

Hanya sedikit struktur bangunan batu yang tetap berdiri, lainnya runtuh. Jembatan juga pada ambruk, dan tanah longsor terjadi di mana-mana. Pipa-pipa di bawah tanah benar-benar hancur dan tidak akan berfungsi lagi. Rel kereta api umumnya akan bengkok.
Skala XII
Kehancuran praktis menyeluruh dan total. Gelombang-gelombang gempa terlihat muncul di permukaan tanah. Massa besar batu-batu beralih tempat, sementara benda-benda lain terlempar ke atas. Garis dan tingkat pandangan pun menjadi kacau, sampai terdistorsi akibat hebatnya goncangan.

  • Saat terjadi bencana
Hal yang penting untuk diketahui adalah tidak semua gempa bumi mengakibatkan timbulnya tsunami, gempa dapat berpotensi tsunami jika terjadi gempa tektonik yang kuat (berkekuatan 7 Skala Richter atau lebih), dangkal (kedalaman kurang dari 100 km) dan berlokasi dibawah laut. Bila terjadi gempa dan tsunami BMKG akan memantau gejala-gejala yang timbul, memberikan peringatan dini dan saran yang harus dilakukan. Peringatan dini berisi tingkat ancaman tsunami dalam skala wilayah kabupaten dengan status AWAS, SIAGA dan WASPADA. Pada status AWAS tinggi gelombang tsunami ≥ 3 meter, status SIAGA jika ketinggian gelombang ≥ 0,5 < 3 meter dan status WASPADA jika ketinggian gelombang < 0,5 meter.
Tingkatan ancaman tsunami dan saran BMKG diinformasikan kepada BNPB, PEMDA TNI dan POLRI untuk ditindaklanjuti. Pada status AWAS dilakukan arahan evakuasi terhadap seluruh masyarakat berisiko bencana, status SIAGA dilakukan arahan evakuasi masyarakat berisiko bencana dan WASPADA diberitahukan kepada masyarakat untuk menjauhi pantai. Apabila ancaman telah berakhir maka dapat beraktivitas kembali secara normal tergantung kerusakan akibat bencana.
Terjadinya gempa bumi dan tsunami mempunyai waktu jeda selama 5 menit, namun untuk wilayah-wilayah yang berada sangat dekat dengan zona tumbukan tektonik tsunami dapat datang dalam waktu kurang dari 5 menit, oleh karena itu masyarakat harus mampu melakukan evakuasi mandiri. Disini masyarakat dituntut untuk tanggap bencana meski tidak memperoleh intsruksi dari BMKG maupun PEMDA. Jika terjadi gempa hal-hal yang bisa dilakukan masyarakat adalah :
  1. Jangan panik, jika panik maka otak akan kesulitan memerintahkan anggota tubuh melakukan tindakan-tindakan penyelamatan.
  2. Melindungi kepala dan tubuh dari jatuhnya benda-benda seperti lampu, lemari dan lainnya dengan berlindung dibawah meja yang kuat.
  3. Segera pergi ketempat lapang menghindari robohnya bangunan atau pepohonan.
  4. Menghentikan laju kendaraan dan menepi disisi jalan jika berkendara
  5. Menghindari tebing-tebing tinggi agar tidak terjadi longsor.
  6. Melakukan evakuasi ketempat aman dan mendengarkan informasi yang akurat.
Tsunami diawali dengan surutnya air laut secara tiba-tiba jika hal ini terjadi maka yang harus dilakukan adalah:
  1. Segera menjauh pantai dan menyebarkan peringatan kepada semua orang yang berisiko dengan menggunakan semua peralatan yang memungkinkan misalnya kentungan dan pengeras suara masjid.
  2. Saat berada didalam kapal arahkan kelaut dan jangan mendekati pantai
  3. Jika gelombang telah benar-benar mereda lakukan pertolongan pada korban
  • Setelah terjadi bencana
Upaya mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi dampak bencana dimasa depan, mitigasi gempa bumi dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya:
  1. Dalam merancang bangunan dilakukan kerja sama dengan arsitek untuk membangun konstruksi yang tahan gempa.
  2. Pemerintah Daerah melakukan penataan ulang permukiman dengan tidak mengizinkan bermukim  diatas atau dibawah tebing yang rawan longsor,  pengaturan penempatan penduduk yang terlalu dekat dengan pantai ketempat yang lebih aman.
  3. Membangun kewaspadaan pada masyarakat melalui pendidikan maupun pelatihan kebencanaan secara berkesinambungan dan berkelanjutan
  4. Mengevaluasi dan memperbarui data maupun peta risiko bencana, alur dan tempat evakuasi bencana.
  5. Membangun dinding penahan untuk mengurangi kecepatan tsunami.
  6. Menanam mangrove antara pantai dan permukiman sebagai penahan alami dari terjangan gelombang tsunami


DAFTAR PUSTAKA

Murjaya, Jaya; et al. 2012. Pedoman Pelayanan Peringatan Dini Tsunami. Jakarta: Pusat Gempa Bumi dan Tsunami kedeputian Bidang Geofisika Badan Meteorologi dan Geofisika.
Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Gempabumi dan Tsunami. Bandung: Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral.

Sumber Peta
Kementerian Pekerjaan Umum. 2010. Peta Hazard Gempa Indonesia Sebagai Acuan Dasar Perencanaan dan Perancangan Infrastruktur Tahan Gempa. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 2010. Peta Indeks Risiko Bencana Tsunami/Tsunami Disaster Risk Index Map. Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 

Sumber Gambar
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. 2010. Peta Rawan Bencana di Provinsi Sumatera Utara. Medan: Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

Komentar